Full width home advertisement

Guru

SDM Unggul

Post Page Advertisement [Top]

Produk Pendidikan Kita
Hingga saat ini pendidikan di Indonesia masih bergelut dengan berbagai persoalan hingga tampak gamang menghadapi tantangan. Inilah kompleksitas yang terjadi dengan 'dunia' pendidikan kita. Di sisi lain tema globalisasi di berbagai bidang, sebagai akibat dari melejitnya perkembangan tekonologi dan komunikasi, seperti MEA yang di akhir tahun ini akan berlaku tak lagi terhindarkan.

Lantas, mampukah sistem pendidikan kita menghadapi pergaulan global di atas? Pergaulan global dengan pasar bebasnya mau tak mau turut memengaruhi segala aspek berkehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Di titik inilah peran pentingnya pendidikan dengan segal aspeknya.
Kita tak sekedar mengapresiasi tetapi juga sekaligus mengakui kinerja pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan kita. Besarnya anggaran dana yang digelontorkan pemerintah dari APBN untuk memajukan pendidikan kita hanyalah salah satu bentuk perhatian dan tindakan nyata pemerintah bagi dunia pendidikan kita.
Kendati bangsa ini juga harus mengakui dengan jujur bahwa sistem pendidikan yang selama ini berjalan belum menghasilkan SDM yang mumpuni dan dapat bersaing dengan produk pendidikan negara maju. Hal ini mengisyaratkan bahwa sistem pendidikan kita masih berkutat dengan berbagai kekuangan yang bersifat ontologis, baik yang menyangkut SDM itu sendiri, tetapi terutama dalam hal penguasaan teknologi.

Sekali lagi, pemerintah bukan tak berusaha, tetapi kerjasama yang masih relatif kurang dari stakeholder pendidikan turut memengauhi kondisi ini. Berhadapan dengan situasi nyata ini, kita patut merenungkan, menggali dan mengimplementasikan pentingnya "Revolusi Mental" yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi mewujudkan kemerdekaan Indonesia di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan.

Untuk menggapai perubahan mental itu Presiden Jokowi pun menekankan penguatan 4 (empat) pilar ini: Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Revolusi mental ini pun mutlak harus dicanangkan dan diterapkan secara nyata dalam sistem pendidikan nasional demi produk pendidikan yang mampu bersaing dengan SDM dari negara-negara maju. Sebab derasnya aliran barang, jasa, pengetahuan, dan teknologi dari luar negeri harus diimbangi dengan kesadaran adanya aliran pemikiran/paham, karakter atau gaya hidup yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa.
Kita butuh sungguh membutuhkan Revolusi Mental di era yang terbuka absolut dari pengaruh luar ini. Bila tidak kita negara kita akan tetap mengalami disorientasi baik dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan terutama dari segi pendidikan. Nyata di hadapan kita betapa disorientasi pendidikan yang ditandai dengan bergesernya orientasi pendidikan dari nasionalisme dan jati diri bangsa menuju berorientasi isme-isme versi Barat seperti Pragmatisme, Kapitalisme, Utilitarianisme, Materialisme, Liberalisme, bahkan Hedonisme.
Padahal kita memiliki dasar yang sangat kuat dalam memajukan pendidikan yang digagas secara lugas oleh Ki Hajar Dewantarra, yaitu: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Kenyataannya hanya di negara kita terdapat konsep pendidikan yang ing ngarsa sung tuladha dan tut wuri handayani, sementara di negara-negara Barat hanya unggul ing madya mangun karsa.

Artinya, kembali pada ide brilyan KH Dewantara tentang pendidikan di atas adalah satu keharusan disaat sistem pendidikan kita saat ini masih gamang dan cenderung sibuk mencari pola yang sesuai dengan kultur keindonesiaan kita. 

Bagaimana pun juga lambannya perkembangan pendidikan kita tak lain disebabkan oleh kerja seluruh stakeholders pendidikan dalam menetapkan komitmen terhadap konsep pendidikan yang berkarakter Indonesia. Padahal KH Dewantara telah menemukan "obat peramu" terhebat untuk memajukan pendidikan itu sendiri.

Selama ini bangsa kita begitu terbuai dengan janji dan implementasi berbagai konsep pendidikan dari luar yang ternyata hanya menjauhkan atau mencerabut marwah ke Indonesiaan dari generasi ke generasi berikutnya. Sebutlah pendidikan Barat atau pendidikan Arab. Akibatnya pendidikan kita pun bersifat linear yaitu maju berkelanjutan tanpa batas dan tanpa mengetahui akhir ujung bentuk masyarakat dan peradaban yang diinginkan.


Penulis: Lusius Sinurat

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib